Bahaya Tersembunyi Minuman Kemasan
Pada tahun
1980-an, ketika air minum dalam kemasan diperkenalkan, banyak orang, termasuk
para praktisi, menertawakannya. �Air mudah didapat di mana�mana, hanya orang bodoh yang
menjualnya,� begitu komentar sebagian besar
orang.
Siapa sangka air minum dalam kemasan kini menjadi salah satu barang ekonomi yang mempunyai nilai jual tinggi. Air tersebut dijual dalam berbagai kemasan dan ukuran, seperti galon, botol, dan cup.
Saat ini minuman yang paling banyak diperjualbelikan adalah dalam kemasan cup, sehingga disebut cup drink. Pada akhir tahum 1990-an, cup drink bukan hanya berisi air putih biasa, tetapi sudah menjurus ke minuman berflavor, yakni jus buah, kopi, kopi susu, teh manis, dan lain-lain.
Perkembangan industri minuman dalam kemasan cup memang sangat menjanjikan. Selain inovasi teknologi yang murah, minuman ini pada umumnya membidik pasar kelas bawah, sehingga harganya relatif murah.
Sayangnya, belum ada standardisasi mengenai cup drink. Akibatnya, minuman tersebut diproduksi sangat beragam. Karena itu, tingkat keamanan dan nilai fungsionalnya perlu dicermati lebih dalam.
Selama ini, satu-satunya standar mengenai cup drink adalah standar air minum dalam kemasan yang mengacu pada SNI 01-3553�1996. Sementara produk-produk cup drink lainnya belum mempunyai standar yang pasti. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli cup drink adalah kondisi kemasan, pelabelan, nilai gizi, dan komponen ingridiennya.
Indikator Aman dan Sehat
Salah satu indikator untuk melihat keamanan cup drink adalah kondisi kemasan dan cara penyimpanannya. Saat ini terdapat banyak sekali variasi kemasan cup drink.
Sebagian besar menggunakan bahan dasar plastik, tetapi ada pula yang berbahan dasar gelas. Dalam pemilihan cup drink, hendaknya pilih yang tidak mengalami kerusakan fisik, seperti bocor (sekecil apa pun) dan penyok.
Kemasan yang mengalami kerusakan fisik memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba patogen yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Kondisi penyimpanan cup drink juga harus mendapat perhatian. Sebagian cup drink kini dikemas dengan plastik gelap dengan tujuan untuk memblokir cahaya dan panas matahari dari luar, agar tidak merusak komponen kimia yang ada di dalam minuman.
Sebaiknya jangan membeli cup drink yang disimpan di bawah terik matahari karena dapat merusak komponen kimia yang terdapat di dalamnya, apalagi jika kemasannya terbuat dari plastik. Kemasan plastik yang umumnya digunakan berupa polyetilen (PE), polypropilen (PP), dan polyvinylchloride (PVC). Kemasan tersebut merupakan polimer yang tersusun dari monomer-monomer yang umumnya tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Penggunaan plastik sebagai pengemas makanan, terutama makanan yang masih panas, sangat berbahaya karena komponen polimer dari plastik akan mudah terurai menjadi monomer yang dapat bermigrasi ke dalam makanan dan menimbulkan dioksin bagi yang mengonsumsinya. Dioksin merupakan suatu zat beracun yang dapat menyebabkan kanker dan mengurangi sistem kekebalan tubuh.
Iming-Iming Zat Gizi
Saat ini beberapa jenis cup drink difortifikasi dengan berbagai mineral dan vitamin, dengan tujuan untuk memperbaiki komposisi gizi dan sekaligus menjadi daya tarik bagi konsumen. Iming-iming fortifikasi zat gizi cukup ampuh untuk menjadi daya tarik bagi sebagian masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya gizi bagi kesehatan. Bacalah label secara seksama sebelum memutuskan untuk membeli jenis cup drink tertentu, agar tidak terkecoh.
Zat gizi yang paling banyak ditambahkan ke dalam minuman adalah vitamin C. Pada suhu kamar, kerusakan vitamin C dalam minuman kemasan dapat mencapai 70 persen setelah 10 minggu penyimpanan, sedangkan penyimpanan dalam lemari pendingin hanya menyebabkan kerusakan sebesar 10 persen. Karena itu, jangan membeli cup drink di sembarang tempat. Belilah dari kios atau toko yang memiliki fasilitas pendingin yang memadai.
Pelabelan merupakan indikator lain yang tidak boleh luput dari perhatian. Selama ini pelabelan kurang mendapat perhatian produsen makanan ataupun minuman dalam kemasan, termasuk cup drink. Padahal, label merupakan salah satu unsur penting dalam memberikan rasa aman bagi konsumen.
Orang-orang yang menderita hipertensi sebaiknya memilih produk yang rendah natrium (sodium). Penderita diabetes melitus hendaknya memilih produk yang rendah gula, khususnya gula pasir, glukosa, fruktosa, dan madu.
Beberapa produk bahkan memberi peringatan bagi orang yang alergi terhadap bahan kimia tertentu. Tulisan �fenilketonurik: mengandung fenilalanin� merupakan peringatan kepada penderita fenilketonuria, agar tidak mengonsumsi produk tersebut karena mengandung fenilalanin yang berasal dari pemanis aspartam.
Walaupun kasus fenilketonuria (ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme fenilalanin) merupakan kasus yang sangat langka di dunia, peraturan mengharuskan pencantuman peringatan tersebut pada setiap produk yang menggunakan aspartam sebagai bahan pemanis. Belum ada data tentang kasus fenilketonuria di Indonesia.
Selain itu, pada label hendaknya juga diperhatikan masalah tanggal kedaluwarsa. Produk yang baik adalah produk yang memiliki waktu kedaluwarsa yang cukup panjang (sebaiknya lebih dari enam bulan).
Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah nama dan alamat perusahaan yang memproduksi produk, dengan tujuan untuk memudahkan klaim jika terjadi sesuatu pada produk tersebut.
Legalitas Produk
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah legalitas suatu produk, yaitu dapat dilihat dari nomor pendaftaran pada Departemen Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Nomor tersebut berupa nomor MD (untuk makanan dalam negeri) atau ML (untuk makanan luar negeri/impor). Beberapa produk hasil industri kecil biasanya hanya mencantumkan nomor SP (sertifikat penyuluhan) atau IRT (industri rumah tangga).
Selama ini banyak konsumen yang tidak menyadari keberadaan beberapa produk yang belum terdaftar dan tidak memiliki identitas perusahaan yang jelas. Produk semacam itu jangan dibeli karena bisa merugikan kesehatan, terutama akibat belum diujinya keamanan produk tersebut oleh pihak yang berwenang.
Label gizi merupakan faktor lain yang perlu diperhatikan dan sebaiknya dicantumkan oleh produsen. Dari label gizi, konsumen dapat mengetahui berapa jumlah zat gizi yang telah diasup ketika mengonsumsi suatu produk.
Di Indonesia, label gizi jarang mendapat perhatian secara khusus. Meskipun sudah memiliki aturan yang jelas, masih banyak produk yang belum mencantumkan komposisi nilai gizinya. Padahal, dari label gizi inilah suatu produk dapat dinilai kualitasnya.
Siapa sangka air minum dalam kemasan kini menjadi salah satu barang ekonomi yang mempunyai nilai jual tinggi. Air tersebut dijual dalam berbagai kemasan dan ukuran, seperti galon, botol, dan cup.
Saat ini minuman yang paling banyak diperjualbelikan adalah dalam kemasan cup, sehingga disebut cup drink. Pada akhir tahum 1990-an, cup drink bukan hanya berisi air putih biasa, tetapi sudah menjurus ke minuman berflavor, yakni jus buah, kopi, kopi susu, teh manis, dan lain-lain.
Perkembangan industri minuman dalam kemasan cup memang sangat menjanjikan. Selain inovasi teknologi yang murah, minuman ini pada umumnya membidik pasar kelas bawah, sehingga harganya relatif murah.
Sayangnya, belum ada standardisasi mengenai cup drink. Akibatnya, minuman tersebut diproduksi sangat beragam. Karena itu, tingkat keamanan dan nilai fungsionalnya perlu dicermati lebih dalam.
Selama ini, satu-satunya standar mengenai cup drink adalah standar air minum dalam kemasan yang mengacu pada SNI 01-3553�1996. Sementara produk-produk cup drink lainnya belum mempunyai standar yang pasti. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli cup drink adalah kondisi kemasan, pelabelan, nilai gizi, dan komponen ingridiennya.
Indikator Aman dan Sehat
Salah satu indikator untuk melihat keamanan cup drink adalah kondisi kemasan dan cara penyimpanannya. Saat ini terdapat banyak sekali variasi kemasan cup drink.
Sebagian besar menggunakan bahan dasar plastik, tetapi ada pula yang berbahan dasar gelas. Dalam pemilihan cup drink, hendaknya pilih yang tidak mengalami kerusakan fisik, seperti bocor (sekecil apa pun) dan penyok.
Kemasan yang mengalami kerusakan fisik memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba patogen yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Kondisi penyimpanan cup drink juga harus mendapat perhatian. Sebagian cup drink kini dikemas dengan plastik gelap dengan tujuan untuk memblokir cahaya dan panas matahari dari luar, agar tidak merusak komponen kimia yang ada di dalam minuman.
Sebaiknya jangan membeli cup drink yang disimpan di bawah terik matahari karena dapat merusak komponen kimia yang terdapat di dalamnya, apalagi jika kemasannya terbuat dari plastik. Kemasan plastik yang umumnya digunakan berupa polyetilen (PE), polypropilen (PP), dan polyvinylchloride (PVC). Kemasan tersebut merupakan polimer yang tersusun dari monomer-monomer yang umumnya tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Penggunaan plastik sebagai pengemas makanan, terutama makanan yang masih panas, sangat berbahaya karena komponen polimer dari plastik akan mudah terurai menjadi monomer yang dapat bermigrasi ke dalam makanan dan menimbulkan dioksin bagi yang mengonsumsinya. Dioksin merupakan suatu zat beracun yang dapat menyebabkan kanker dan mengurangi sistem kekebalan tubuh.
Iming-Iming Zat Gizi
Saat ini beberapa jenis cup drink difortifikasi dengan berbagai mineral dan vitamin, dengan tujuan untuk memperbaiki komposisi gizi dan sekaligus menjadi daya tarik bagi konsumen. Iming-iming fortifikasi zat gizi cukup ampuh untuk menjadi daya tarik bagi sebagian masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya gizi bagi kesehatan. Bacalah label secara seksama sebelum memutuskan untuk membeli jenis cup drink tertentu, agar tidak terkecoh.
Zat gizi yang paling banyak ditambahkan ke dalam minuman adalah vitamin C. Pada suhu kamar, kerusakan vitamin C dalam minuman kemasan dapat mencapai 70 persen setelah 10 minggu penyimpanan, sedangkan penyimpanan dalam lemari pendingin hanya menyebabkan kerusakan sebesar 10 persen. Karena itu, jangan membeli cup drink di sembarang tempat. Belilah dari kios atau toko yang memiliki fasilitas pendingin yang memadai.
Pelabelan merupakan indikator lain yang tidak boleh luput dari perhatian. Selama ini pelabelan kurang mendapat perhatian produsen makanan ataupun minuman dalam kemasan, termasuk cup drink. Padahal, label merupakan salah satu unsur penting dalam memberikan rasa aman bagi konsumen.
Orang-orang yang menderita hipertensi sebaiknya memilih produk yang rendah natrium (sodium). Penderita diabetes melitus hendaknya memilih produk yang rendah gula, khususnya gula pasir, glukosa, fruktosa, dan madu.
Beberapa produk bahkan memberi peringatan bagi orang yang alergi terhadap bahan kimia tertentu. Tulisan �fenilketonurik: mengandung fenilalanin� merupakan peringatan kepada penderita fenilketonuria, agar tidak mengonsumsi produk tersebut karena mengandung fenilalanin yang berasal dari pemanis aspartam.
Walaupun kasus fenilketonuria (ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme fenilalanin) merupakan kasus yang sangat langka di dunia, peraturan mengharuskan pencantuman peringatan tersebut pada setiap produk yang menggunakan aspartam sebagai bahan pemanis. Belum ada data tentang kasus fenilketonuria di Indonesia.
Selain itu, pada label hendaknya juga diperhatikan masalah tanggal kedaluwarsa. Produk yang baik adalah produk yang memiliki waktu kedaluwarsa yang cukup panjang (sebaiknya lebih dari enam bulan).
Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah nama dan alamat perusahaan yang memproduksi produk, dengan tujuan untuk memudahkan klaim jika terjadi sesuatu pada produk tersebut.
Legalitas Produk
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah legalitas suatu produk, yaitu dapat dilihat dari nomor pendaftaran pada Departemen Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Nomor tersebut berupa nomor MD (untuk makanan dalam negeri) atau ML (untuk makanan luar negeri/impor). Beberapa produk hasil industri kecil biasanya hanya mencantumkan nomor SP (sertifikat penyuluhan) atau IRT (industri rumah tangga).
Selama ini banyak konsumen yang tidak menyadari keberadaan beberapa produk yang belum terdaftar dan tidak memiliki identitas perusahaan yang jelas. Produk semacam itu jangan dibeli karena bisa merugikan kesehatan, terutama akibat belum diujinya keamanan produk tersebut oleh pihak yang berwenang.
Label gizi merupakan faktor lain yang perlu diperhatikan dan sebaiknya dicantumkan oleh produsen. Dari label gizi, konsumen dapat mengetahui berapa jumlah zat gizi yang telah diasup ketika mengonsumsi suatu produk.
Di Indonesia, label gizi jarang mendapat perhatian secara khusus. Meskipun sudah memiliki aturan yang jelas, masih banyak produk yang belum mencantumkan komposisi nilai gizinya. Padahal, dari label gizi inilah suatu produk dapat dinilai kualitasnya.
Komentar
Posting Komentar